A. Latar Belakang Munculnya Wahabi
Nama Aliran Wahabi diambil dari nama pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal
mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara
ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah
Baghdad, Iran, India dan Syam.
Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh
oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja
sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi
alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya.
Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte
bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i.
Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target
program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin
Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali,
bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik,
begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai
firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat
dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk
berhati-hati terhadapnya.
Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar.
Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan
khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab,
ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan
kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah.
Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad
bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah
sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang
siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan
mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad
bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni
yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain.
Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah
berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa
alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik
mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk
guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan
seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah
membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia
menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di
akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang
telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya
lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari
jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah
tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan
engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja
yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa.
yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa.
Sekalipun demikian
Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan
guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia
terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang
yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk
diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud
(meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang
dikemudian hari menjadi mertuanya.
Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk
memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada
perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh
atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan
keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600
tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad
bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti
Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia
punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut
para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar,
sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau
seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan
dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum
masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya.
Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama2 besar sebelumnya telah
mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi
pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan
Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para
pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang
pengikutnya berkata :“Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena
tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad
telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad
bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di
hadapan umatnya.
Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah.
Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah.
Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah,
menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah
hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II,
penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah
prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad
Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut
kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20,
Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi.
Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah,
memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia
I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di
Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta.
Muhammad Ibn
Abd. Wahab nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Abd. Wahab Sulaiman
Al-Tamimiy. Ia dilahirkan pada Tahun 1115 H/1703 M di Al-Uyainat daerah
Najd Saudi Arabia. Ia mulai belajar agama pada ayahnya sendiri, kemudian
menuntut ilmu ke Madinah dan berguru kepada beberapa Syaikh di antaranya Syaikh
Sulaiman Al-Khurdi, Muhammad Al-Hayyat Al-Sind, Abdullah ibn Ibrahim, Syaikh
Ali Affandy Al-Daghistani Muhammad Ibn Abd. Wahab yang dikenal dengan gerakan
wahabiahnya. Gerakan tersebut lahir bukan sebagai kemajuan Barat, tetapi
sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang dianut oleh kebiasaan-kebiasaan yang
timbul di bawah pengaruh tarekat-tarekat seperti pujaan dan kepatuhan yang
berlebihan pada syaikh-syaikh tarekat, ziarah ke kuburan-kuburan wali dengan
maksud meminta safaat atau pertolongan dari mereka dan sebagainya.
Pada waktu
di negeri Basrah, Muhammad Bin Abdul Wahab mulai mengajak masyarakat kepada
bertauhid yang sebenarnya. Akan tetapi, kemudian diantara penduduk negeri itu
memberontaknya sehingga pada suatu saat dikeluarkan dari Basrah dan ini merupakan
kesulitan pertama bagi hidupnya. Kesulitan lain, setelah itu menuju ke negeri
Ikhsa’, kemudian kembali ke Nadj, tinggal bersama orang tuanya di (Harimla).
Disana ia menyebarluaskan dasar-dasar ketauhidan, menyerukan kepada kemurnian
beribadah kepada Allah semata-mata, dan memberantas segala kemungkaran. Akan
tetapi, para raja (Harimla) merasa tidak senang. Mereka berunding untuk
membunuhnya. Namun, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab telah mengetahui maksud
jahat mereka itu.
Kemudian,
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab hijrah ke negeri Uyainah. Amir Uyainah, Utsman
bin Ma’mar, menyambut kedatangannya dengan sambutan yang hangat dan bersepakat
atas penyebaran dakwah Islamiyah. Selanjutnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab
dan Amir meruntuhkan dan membongkar kubah-kubah dan masjid-masjid yang
didirikan di atas kuburan para sahabat. Merekapun menebang pohon-pohon yang
diagung-agungkan atau dikeramatkan orang.
Berita
tentang hal tersebut telah sampai kepada Sulaiman bin Muhammad selaku Amir di
Ikhsa’ maka ia menulis kepada Utsman agar segera membunuh atau mengeluarkan
Syekh Abdul Wahab dari negeri itu. Dengan demikian, Utsman meminta agar Syekh
Abdul Wahab segera meninggalkan negeri Uyainah.
Nasib
akhirnya menggariskan Muhammad bin Abdul Wahab kembali ke kampong halamannya di
Uyainah. Delapan bulan ia melakukan meditasi sebelum memulai gerakan dakwahnya.
Setelah dianggap cukup, ia mulai menyosialisasikan konsep dan
doktrin-doktrinnya (sebagaimana terdapat dalam buku Tauhid yang
ditulisnya) secara luas.
Sebelum
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab muncul, keadaan kaum Muslim di Jazirah Arab
sangat memprihatinkan. Baik dalam segi akidah maupun peribadatan, sudah tidak
lagi sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya, bahkan kembali kepada karakter
jahiliyah. Mereka telah dilanda bid’ah dan khurafat.
Ada dua inti
ajaran Wahabi, yaitu pertama kembali kepada ajaran yang asli,
maksudnya adalah ajaran islam yang dianut dan dipraktikkan oleh Nabi Muhammad
Saw, sahabat, dan para tabi’in, dan kedua prinsip yang
berhubungan dengan tauhid.
Menurutnya,
Allah swt semata-mata pembuat syariat dan akidah. Allah-lah yang menghalalkan
dan mengharamkan. Ucapan seseorang tidak dapat dijadikan hujah dalam agama,
selain kalamullah dan Rasulullah.
Dari
pandangan dan pemikiran Ibn Taimiyah, yang memberikan nuansa bagi gerakan
pembaruan Muhammad bin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:
1. Ibn Taimiyah membangun pemikiran fiqhnya di atas dasar Al-Qur’an dan
As-Sunnah, dan pandangan golongan salaf ash-shalih. Ia bersandar
pada Sunnah Muhammad dalam memberikan syarah terhadap Al-Qur’an. Tidak
mengikuti siapapun, kecuali kepada golongan salaf ash-shalih.
Dalam hal
ini ia mengatakan,”Petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah terhadap ajaran pokok
agama tidak sekadar berita, sebagaimana pandangan golongan ghalat, tetapi
Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan petunjuk dan burhan bagi umat Islam,
sekaligus merupakan dalil-dalil yang tegas mengenal pokok ajaran.”
2. Ibn Taimiyah mempunyai perhatian yang begitu besar terhadap persoalan
Tauhid dan sangat tegas dalam hal tersebut. Ia berpendapat bahwa keesaan Allah
mencakup keesaan Zat dan Sifat, begitu juga dalam (keesaan) ibadah. Berkenaan
dengan keesaan ibadah ini, ia menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi
seseorang untuk menyekutukan-Nya. Ia juga menegaskan barangsiapa yang berdoa
kepada Allah melalui perantaraan makhluk-Nya atau bersumpah atau bernadzar
untuk-Nya, ia dianggap melakukan bid’ah terhadap ajaran Allah yang hak.
Berdasarkan
hal tersebut, ia melarang untuk bertakarrub kepada Allah dengan perantaraan
para wali atau orang-orang shaleh dan bertawasul kepada orang-orang yang sudah
meninggal. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Saw.,”Sesungguhnya tidak
ada permintaan kepadaku, tetapi hanya kepada Allahlah keselamatan itu diminta.” Menurutnya,
meminta doa keselamatan kepada para nabi dan orang-orang shaleh tidak pernah
dilakukan oleh kaum salah shaleh dan itu menjurus pada kemusyrikan. Tetapi lain
halnya dengan yang masih hidup, meminta doa keselamatan kepadanya bukanlah
suatu kemusyrikan.
3. Ibn Taimiyah cenderung meninggalkan sikap berlebihan dalam cara-cara
mengagungkan Rasulullah (seperti melalui pembacaan shalawat), tetapi cukup
baginya mengambil petunjuk dari ajarannya. Ia memperbolehkan berziarah ke
kuburan sebab ziarah kubur diperbolehkan bila dengan tujuan untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah, tetapi bila dengan tujuan meminta-minta
keselamatan atau sejenisnya, tentu kemusyrikan yang nyata.
Ajaran
Wahhabi terutama didasarkan atas ajaran Ibn Taimiya dan mazhab Hambali.
Prinsip-prinsip dasarnya adalah:
1) Ketuhanan Yang Esa yang mutlak (kemudian penganutnya menyebut dirinya
dengan nama “Mowahhidin”).
2) Kembali pada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam Qur’an dan
Hadits.
3) Tidak dapat dipisahkannya kepercayaan dari tindakan, seperti sembahyang dan
pemberian amal.
4) Percaya bahwa Al-Qur’an itu bukan ciptaan manusia.
5) Kepercayaan yang nyata terhadap Al-Qur’an dan Hadis.
6) Percaya akan takdir.
7) Mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar, dan
8) Mendirikan Negara Islam berdasarkan hokum Islam secara eksklusif.
Secara
Global, pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dalam bidang fiqh dan akidah adalah
sebagai berikut:
a. Bidang Fiqh
Muhammad bin
Abdul Wahab bersandar pada kitab, As-Sunnah, dan mengikuti kaum salaf as-saleh
dalam mazhab fiqhnya, sedangkan beberapa masalah furu’ lainnya mengikuti mazhab
Ibn Hambal. Akan tetapi, bila mendapatkan hadis yang lainnya dianggap shahih,
ia berpegang pada hadis tersebut dan meninggalkan pendapat Ibn Hambal.
Mengenai
keterkaitan pemikirannya dengan pemikiran Ibn Taimiyah dan Ibnul Qayyim, ia
mengatakan,”Kedua imam itu adalah imam yang hak dari kalangan ahli sunnah.
Kitab-kitab mereka adalah kitab-kitab yang agung. Namun, kami tidak mesti
mengikutinya semuanya dalam semua masalah”.
b. Bidang Akidah
Dalam bidang
Akidah, Muhammad bin Abdul Wahab mengikuti golongan salaf, yaitu dengan
mengakui dan mengimani sifat-sifat Allah sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an
dan hadis-hadis shahih tanpa bagaimana (bila kaifa), dalam hal ini ia
mengikuti pendapat Ibn Taimiyah bahwa mazhab salaf dan imam-imamnya adalah
bmengimani sifat-sifat Allah sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis,
tanpa perubahan atau penafsiran arti teks yang ada, dan tanpa bagaimana
menerima apa adanya makna teks tersebut, tanpa menyifatinya dengan sifat-sifat
yang mirip dengan sifat makhluk-Nya sebab Allah tidak mirip atau menyerupai
dengan siapapun, baik dalam zat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
c. Bidang Tauhid
Mengenal
persoalan Tauhid, Ustadz Mas’ud An-Nadwi mengatakan “Syekh Muhammad bin Abdul
Wahab sangat memerhatikan masalah tauhid, baik dalam tulisan-tulisannya maupun
tabligh-tablighnya, syiarnya adalah kalimatLa Ilaha Illa Allah.
Dimana-mana menjelaskan hal tersebut dan menjelaskan maknanya yang benar. Oleh
karena itu, gerakan dakwahnyadisebut dengan gerakan pemurnian tauhid.
Berdasarkan
pandangan ketauhidannya yang demikian itu, ia melihat beberapa hal yang
diidentifikasikan bisa membawa pada kemusyrikan dan menjauhkan dari ketauhidan,
yaitu:
1. Berdoa kepada selain Allah untuk suatu hajat, atau berdoa kepada Allah
sekaligus kepada selain-Nya.
2. Bertawassul kepada para Nabi dan orang-orang shaleh untuk bertaqarrub
kepada Allah.
3. Meminta perlindungan kepada makhluk.
4. Bersumpah atau bernadzar kepada selain Allah.
5. Berziarah kubur untuk mengharap doa dan meminta syafaat kepada yang telah
bmeninggal.
Secara umum, tujuan gerakan Wahabi adalah mengikis habis segala bentuk
takhayul, bid’ah, khurafat, dan bentuk-bentuk penyimpangan pemikiran dan
praktik keagamaan umat Islam yang dinilainya telah keluar dari ajaran Islam
yang sebenarnya. Dengan berorientasi pada tujuan gerakan demikian itu, ada
beberapa hal yang didoktrinkan atau diajarkan dalam praktik gerakan ini, yaitu
sebagai berikut:
1) Semua objek peribadatan
selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang melakukannya pantas menerima
hukuman mati.
2) Orang-orang
yang berusaha memperoleh kasih Tuhannya dengan cara mengunjungi kuburan
orang-orang suci bukanlah orang-orang yang bertauhid, tetapi termasuk orang
musyrik.
3) Bertawassul
kepada Nabi dan orang-orang saleh dalam berdoa kepada Allah termasuk perbuatan
musyrik.
4) Meminta
syafaat kepada selain Allah termasuk perbuatan syirik.
5) Bersumpah
atau bernadzar kepada manusia, benda, atau kepada selain Allah termasuk
perbuatan syirik.
6) Termasuk
perbuatan kufur bila seseorang mengakui adanya pengetahuan yang dihasulkan
melalui kesimpulan-kesimpulan, rasional, dan tidak didasarkan pada Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
7) Termasuk
perbuatan kufur bila seseorang mengingkari ketentuan (kadar) Allah terhadap
segala ciptan-Nya.
8) Menafsir
atau memahami Al-Qur’an dengan ta’wil adalah indikasi ketidakpercayaan (manusia
pada ajaran Allah).
Beberapa hal dari ajarannya disinyalir menyimpang dari ajaran Ibnu Hanbal
adalah sebagai berikut:
1. Shalat
harus dengan cara berjamaah
2. Merokok
tembakau adalah perbuatan yang tidak dibenarkan agama dan pelakunya harus
dihukum.
3. Zakat
mesti dikeluarkan atau dibayarkan untuk profesi yang keuntungannya belum jelas,
seperti perdagangan. Padahal Ibnu Hanbal hanya meminta zakat mereka dari harta
atau produk yang sudah jelas.
Daftar Pustaka
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. 1987. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Amin, Husayn
Ahmad. Seratus Tokoh dalam
Sejarah Islam. 1995. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hamid, Abdul, dkk. Pemikiran Modern dalam Islam. 2010. Bandung: CV Pustaka Setia.
Subhani, Syaikh
Ja’far. Studi Kritis Faham
Wahabi Tauhid dan Syirik. 1994. Bandung: Mizan.
Taufik, Akhmad,
dkk. Sejarah Pemikiran dan
Tokoh Modernisme Islam. 2005. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Hamid, Abdul, dkk. Pemikiran Modern dalam Islam. 2010. Bandung: CV Pustaka Setia.